FEATURES
Minggu, 06 Februari 2011 , 08:08:00
Kematian Adjie Massaid memang sangat mendadak. Namun, tanda-tanda almarhum "berpamitan" sudah dirasakan sejumlah koleganya.
==============================
Hilmi Setiawan-Ali Mahrus, Jakarta
==============================
HARI itu, Jumat (4/2), jarum jam menunjuk pukul 21.30. Adjie Massaid
baru saja tiba di rumahnya di Jalan Taman Cilandak II Blok E Nomor 14,
Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Ketika tengah bercengkerama dengan istrinya, Angelina Sondakh, dan
sejumlah kerabat yang baru datang dari Belanda, dia sempat bercerita
bahwa dirinya baru saja bermain futsal bersama teman-temannya di Lebak
Bulus. Saking asyiknya, mereka bermain hingga tiga ronde selama 2,5 jam.
Hari itu (4/2) adalah hari yang sibuk bagi Adjie. Menurut seorang
stafnya di DPR, Adjie baru pulang menghadiri rapat kerja Komisi V DPR
pukul 17.30. Dari gedung DPR, dia langsung menembus kemacetan menuju
lapangan sepak bola Lebak Bulus untuk bermain futsal dalam pertandingan
persahabatan Trisakti All Star melawan Alumni ITB.
Ketika tengah asyik bercerita di depan istri dan saudara-saudaranya itu,
tiba-tiba tubuh Adjie tersungkur di ruang tamu rumahnya, tepat di depan
piano. Tak ada kata yang terucap, selain keluh kesakitan sambil
memegang erat dada kirinya.
Tak ayal, kejadian tersebut membuat seisi rumah panik. "Angie (panggilan
akrab Angelina, Red) langsung membawa Adjie ke RS Fatmawati, namun
tidak tertolong," tutur Linda Djalil, kakak tiri Adjie.
Meski kepergian Adjie terkesan mendadak, sejumlah tanda sudah
diisyaratkan. Aktris Ayu Azhari yang kemarin melayat ke kediaman
almarhum mengaku merasa dipamiti ketika Adjie mengirim pesan singkat
setelah menerima pemberian minyak wangi dari akar pohon dari dirinya
beberapa hari lalu. "Kata Adjie, enak dipakai sujud," ungkapnya.
Kepergian Adjie juga menimbulkan rasa kehilangan di kalangan wartawan
yang meliput sepak bola nasional. Beberapa waktu terakhir Adjie memang
menjabat manajer timnas U-23 yang dipersiapkan mewakili Indonesia di SEA
Games dan penyisihan Pra Kualifikasi Olimpiade 2012.
Sekitar pukul 14.20 Jumat lalu (4/2) Adjie mendampingi pemain Sriwijaya
FC Oktavianus Maniani menghadapi sidang Komite Disiplin (komdis) PSSI.
Seharusnya pihak Sriwijaya FC yang mendampingi Okto. Namun, Adjie dengan
sukarela mendampingi salah seorang pilar timnas U-23 tersebut. Adjie
ketika itu datang bersama asisten pelatih timnas U-23 Widodo Cahyono
Putro.
Setelah sejam berada di ruang komdis, Adjie menghampiri belasan wartawan
yang menunggu keputusan komdis. Dengan muka segar, Adjie Massaid sambil
membawa sebatang rokok putih menyapa para wartawan, seakan sudah
mengenal bertahun-tahun. Adjie pun langsung ditodong untuk segera
menjelaskan keputusan sidang komdis.
Setelah menaruh rokoknya di pot bunga di depan pintu masuk Kantor PSSI,
Adjie yang barbaju batik biru langsung bersiap menghadapi wartawan.
"Oke, kamera, action!" candanya.
Setelah memberikan keterangan, Adjie tak langsung pulang. Seperti biasa,
dia menyempatkan diri berbaur dengan media dan berbincang lepas tentang
apa saja. Tapi, dasar wartawan bola, tema perbincangan biasanya tentang
sepak bola. Adjie pun terlihat menguasai bahan pembicaraan.
Beberapa kali pria kelahiran 7 Agustus 1967 itu tertawa hingga
terbahak-bahak ketika sejumlah wartawan mencandai Okto yang sore itu
berdandan trendi. Sejumlah teman wartawan bahkan sempat berfoto-foto
dengan Adjie, Widodo, dan Okto.
Setelah sekitar 30 menit berbaur, Adjie pun pamit pulang. Setelah
menyalami wartawan satu per satu, dia melambaikan tangan. Dan, lambaian
tangan Adjie sempat diabadikan oleh salah satu teman wartawan Jurnas.
Ternyata itu lambaian tangan terakhirnya.
Ada pengakuan menarik dari salah seorang wartawan ketika disalami Adjie
saat hendak pamit pulang. "Gak jadi rafting ya. Kapan-kapan saja. Capek
neh." Kalimat itu serta lambaian tangan tersebut ternyata salam
perpisahan Adjie dengan para wartawan yang dalam sebulan terakhir hampir
tiap hari berinteraksi dengan manajer timnas U-23 itu.
Beberapa kali Adjie yang memiliki usaha rafting di Jawa Timur itu memang
sempat mengajak wartawan bermain rafting setelah timnas Indonesia
menghadapi Turkmenistan di ajang Pra Kualifikasi Olimpiade 2012 pada 23
Februari dan 9 Maret mendatang. Ketika sekitar pukul 02.30 tersebar
kabar bahwa Adjie Massaid berpulang, para wartawan pun yang sempat
bertemu pada Jumat itu geger.
Oktovianus Maniani adalah salah seorang yang paling berduka dengan
kepergian Adjie Massaid. Sebab, dalam dua pekan terakhir Adjie begitu
dekat dengan pemain mungil itu.
Adjie-lah yang "membujuk" pelatih Alfred Riedl agar tidak menjatuhkan
sanksi setelah Okto kabur dari pemusatan latihan timnas. Adjie pula yang
mendampingi Okto ketika dipanggil komdis. Padahal, itu bukan tanggung
jawbanya. Mestinya itu menjadi tanggung jawab manajemen Sriwijaya. "Saya
sedang ada waktu. Karena Okto ada di timnas, saya bertanggung jawab
mendampinginya," kata Adjie saat itu.
Okto pun sangat terpukul atas wafatnya Adjie yang sehari-hari dia
panggil dengan "Om manajer" itu. "Saya benar-benar kaget dan tidak
percaya. Om manajer yang kemarin sore (4/2) baru nganterin saya sekarang
sudah tiada," ujar Okto seusai melayat besama rombongan timnas U-23
kemarin pagi (5/2).
"Saya sekarang shock dan bingung. Saya seperti kehilangan motivasi dan kepercayaan diri," lanjut pemain 20 tahun itu.
Okto mengakui bahwa beberapa kali dia mendapat nasihat dari Adjie. "Om
manajer bilang kepada saya bahwa saya harus sungguh-sungguh dalam
berkarir dan membela timnas. Dia ingin lihat sepak bola Indonesia maju,"
lanjutnya.
Menurut Okto, baru Jumat hari itu dia bertukar nomor HP dengan Adjie.
"Saat itu Om manajer bilang, kalau ada apa-apa, saya langsung disuruh
menghubungi dia. Tapi, sekarang Om manajer sudah berpulang. Saya
berjanji memenuhi nasihat-nasihatnya," beber Okto.
Duka mendalam juga dirasakan Widodo C. Putro yang turut mendampingi Okto
ketika dipanggil komdis. Widodo mengaku tidak punya firasat apa pun
jika koleganya itu bakal pergi selama-lamanya. Namun, mantan striker
timnas Indonesia itu mengaku ada yang aneh ketika Adjie hendak pulang
dari Kantor PSSI. Saat pulang, Widodo dan Okto naik taksi untuk kembali
ke hotel.
"Tak biasanya Mas Adjie mengajak saya bersalaman berkali-kali. Saat mau
naik taksi kami sudah salaman. Dia bertanya, "Mas Wid ada ongkos?" Saya
jawab ada. Setelah itu dia kembali mengajak saya bersalaman," ungkap
Widodo.
Di mata Widodo, Adjie Massaid adalah sosok manajer yang bertanggung
jawab dan berpikiran maju. "Seminggu lalu Mas Adjie datang ke hotel
mengendarai moge (motor gede)-nya. Dia mengajak seseorang untuk mengukur
jas tim pelatih, ofisial, dan pemain. Dia bilang akan membuatkan kami
jas dan biayanya dia tanggung dengan uang pribadi. Dia ingin timnas
bergaya seperti tim Eropa," beber Widodo yang mengaku tahu kepergian
Adjie sekitar pukul 04.30 dari running text di salah satu stasiun
televisi.
Ada satu pesan Adjie yang menurut Widodo terngiang-ngiang di telinganya
setelah sang manajer pergi. "Dia menyampaikan kepada saya jika ada dua
hal yang ingin diraihnya saat menjabat manajer timnas U-23. Yaitu,
timnas lolos ke fase kualifikasi Olimpiade dan meraih medali emas SEA
Games November nanti. Hal itu yang akan kami camkan kepada tim supaya
mereka terlecut untuk bisa mewujudkan mimpi Mas Adjie. Kami sangat
kehilangan sosok yang begitu bertanggung jawab dan profesional," papar
Widodo.
Sementara itu, kolega Adjie sesama politikus di Partai Demokrat, Komar,
kepada media mengungkapkan bahwa suatu hari Adjie mengutarakan
keinginannya. "Dia bilang kepada saya ingin suatu saat menjadi Sekjen
PSSI. Mas Adjie pernah bilang begitu kepada saya. Makanya, dia terlihat
serius menjadi manajer U-23. Menurut saya, itu rute yang ingin dia
tempuh agar bisa menjadi Sekjen PSSI," papar Komar. (c2/kum)
copas : http://www.jpnn.com/read/2011/02/06/83802/Kisah-di-Balik-Kematian-Mendadak-Om-Manajer-Adji-Massaid-